Asap Misterius dari Pabrik Tahu
Langit sore itu tampak kelabu, seperti menyembunyikan sesuatu di balik awan-awan yang menggantung berat. Rudi berjalan cepat, sedikit membungkuk karena angin dingin yang tiba-tiba berhembus dari arah pabrik tahu. Sejak kecil, ia terbiasa dengan bau tajam fermentasi kedelai yang menyeruak dari sana, tapi sore ini, baunya berbeda. Ada sesuatu yang menggelitik hidungnya, bukan sekadar aroma tahu yang diproses, melainkan bau asap yang membaur dengan udara, tebal dan asing.
Rudi bukan satu-satunya yang menyadari perubahan ini. Beberapa warga kampung sudah mulai berkumpul di depan pabrik, menunjuk-nunjuk ke arah cerobong asap yang memuntahkan gumpalan asap tebal. Asap itu tidak hanya berwarna abu-abu seperti biasa—tapi ada semburat kehijauan di dalamnya.
“Ada yang aneh di sini,” gumam seorang pria tua yang berdiri di sebelah Rudi.
“Aneh? Gak pernah kayak gini sebelumnya,” jawab Rudi tanpa menoleh. Matanya terpaku pada pabrik itu, mencoba menangkap gerak-gerik di balik jendela yang buram oleh kotoran.
Seorang pekerja pabrik keluar dari pintu belakang, tergesa-gesa, menundukkan kepala seakan berusaha menghindari perhatian orang-orang yang berkumpul. Rudi mengenal pria itu—Budi, teman sekolahnya yang sekarang bekerja di pabrik tahu.
“Budi!” Rudi memanggil, berusaha mendapatkan jawaban. Tapi Budi hanya mempercepat langkahnya, menghilang di balik gang sempit di belakang pabrik.
Rudi merasa perutnya mual. Ia tahu sesuatu sedang terjadi, tapi tidak ada yang berani mengatakannya. Tidak ada yang mau bertanya lebih jauh. Ia menoleh ke arah pintu pabrik, berpikir sejenak sebelum memutuskan untuk mendekati pintu besi itu. “Gue harus lihat sendiri,” gumamnya.
Begitu pintu pabrik tertutup di belakangnya, Rudi langsung merasakan udara yang pengap. Bau tahu yang biasa ia hirup sehari-hari kini bercampur dengan bau logam dan sesuatu yang busuk. Suasana di dalam pabrik terasa lebih menyeramkan dibanding yang ia bayangkan. Mesin-mesin besar berdengung pelan, namun tidak ada seorang pun di dalam.
Asap hijau tipis mengambang di udara, seolah-olah muncul dari dasar pabrik. Ruangan terasa berdenyut, seperti ada sesuatu yang hidup di dalam dinding-dindingnya. Langkah kaki Rudi menggema, dan setiap langkah membawa rasa tidak nyaman yang semakin besar.
“Siapa di sini?” suara Rudi bergetar saat ia berteriak. Tidak ada jawaban, hanya dengungan mesin yang berulang-ulang.
Tiba-tiba, suara logam berderak di belakangnya. Rudi terkejut dan langsung menoleh. Di sudut ruangan, sebuah pintu kecil yang ia tidak pernah lihat sebelumnya kini terbuka sedikit. Dari balik pintu itu, muncul asap tebal dengan warna hijau yang semakin jelas. Tanpa sadar, kakinya melangkah mendekat, dorongan rasa penasaran lebih kuat daripada rasa takutnya.
Saat ia semakin mendekat, terdengar suara langkah kaki cepat di belakangnya. Rudi langsung berbalik, dan di hadapannya muncul seorang pria dengan tatapan panik—Pak Darman, mandor pabrik tahu.
“Keluar dari sini, sekarang!” suara Pak Darman terdengar tegas, namun napasnya tersengal. Wajahnya pucat, seolah baru saja berlari atau mengalami sesuatu yang mengerikan.
“Tapi, ada apa di dalam?” tanya Rudi, matanya melirik ke arah pintu kecil yang masih terbuka sedikit.
“Jangan tanya. Pergi dari sini sebelum—” Pak Darman berhenti berbicara, matanya menatap pintu kecil itu dengan ketakutan yang jelas. “Terlambat,” bisiknya.
Asap hijau dari dalam ruangan kecil itu semakin deras, menyebar ke seluruh sudut ruangan. Pak Darman tiba-tiba jatuh ke tanah, tubuhnya menggigil seperti terserang demam. Rudi, yang kini diliputi kepanikan, mundur perlahan, namun ia tidak bisa berpaling dari pemandangan di depan matanya.
Pintu kecil itu terbuka lebih lebar, dan dari dalamnya, sesosok bayangan hitam perlahan muncul. Rudi tidak bisa melihat dengan jelas, tapi sosok itu tampak melayang, dan matanya berkilauan hijau seperti asap yang membungkusnya. Bayangan itu mendekat, sementara Pak Darman di lantai mengerang, tubuhnya semakin kaku.
Rudi merasa kakinya lumpuh, tidak bisa bergerak. Bayangan itu kini hanya beberapa meter darinya, dan tiba-tiba terdengar suara dering dari luar pabrik—sirene mobil polisi, keras dan mendekat.
Seketika, sosok bayangan itu berhenti, kemudian menghilang seperti asap yang tertiup angin. Rudi tidak tahu apakah dia sedang berhalusinasi atau tidak, tapi pabrik tahu kembali sunyi, dan asap hijau mulai berangsur hilang.
Suara langkah kaki berlari masuk ke dalam pabrik. Polisi-polisi yang bergegas langsung menghampiri Pak Darman yang kini terbaring tidak sadarkan diri. Salah seorang polisi menatap Rudi dengan tajam.
“Kamu lihat apa tadi?” tanya polisi itu.
Rudi menatap polisi itu tanpa kata-kata, pikirannya masih terombang-ambing antara kenyataan dan mimpi buruk yang baru saja terjadi. Dia menoleh ke arah pintu kecil, yang kini tertutup rapat. Tidak ada tanda-tanda bayangan, tidak ada asap hijau. Hanya udara berat dan mesin-mesin yang berdengung.
“Saya… saya nggak tahu…” jawab Rudi akhirnya, suara gemetarnya hampir tidak terdengar. Ia benar-benar tidak tahu apa yang ia lihat—atau apakah yang dilihatnya tadi benar-benar nyata.
Polisi itu tampak tidak puas, tapi sebelum ia sempat bertanya lebih lanjut, seorang rekan polisi lainnya datang, memberi isyarat bahwa mereka harus segera pergi. Mereka mengangkat tubuh Pak Darman yang tidak sadarkan diri dan membawanya keluar dari pabrik.
Rudi tetap berdiri di tempatnya, menatap kosong ke pintu kecil itu. Pikiran-pikirannya saling bertabrakan, antara ingin mengungkap kebenaran dan ketakutan yang menghantui setiap langkahnya. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalam ruangan kecil itu, atau apa yang muncul dari balik asap hijau misterius.
Namun, satu hal yang pasti—ia belum menemukan jawaban, dan mungkin, ia tidak akan pernah benar-benar tahu apa yang disembunyikan pabrik tahu tua itu di balik tembok-temboknya.