Malam itu, Pak RT baru saja selesai dengan ronda keliling kampung. Ia berdiri di sudut jalan, memandang gerbang besar penjara yang tak jauh dari rumahnya. Penjara itu tampak sunyi, seperti biasa. Namun, ada sesuatu yang aneh malam itu. Dari balik pagar kawat yang tinggi, ia melihat bayangan seseorang berkelebat cepat.
Pak RT mengerutkan kening, menghentikan langkahnya. Bayangan itu muncul lagi, kali ini lebih jelas. Sosok hitam, meluncur di balik dinding penjara, seolah-olah tengah berusaha kabur. Jantung Pak RT berdetak lebih cepat.
“Jangan-jangan ada yang kabur?” pikirnya. Meskipun penjaga penjara biasanya sangat ketat, tidak menutup kemungkinan ada tahanan yang nekat melarikan diri. Ia menggeser senter di tangannya, menyoroti arah gerbang penjara yang tinggi dan menakutkan. Namun, tak ada yang tampak mencurigakan di sana.
Pak RT melangkah perlahan, mendekati gerbang besar itu. Suasana malam yang tadinya damai kini berubah tegang. Bayangan itu kembali melintas, kali ini lebih cepat dan mendekat ke pagar. Pak RT terperanjat, tangannya gemetar menggenggam gagang senter.
“Siapa di sana?!” serunya, suaranya sedikit bergetar. Ia berharap penjaga penjara mendengar teriakannya. Namun, tak ada jawaban, hanya angin malam yang dingin berdesir melewati telinganya.
Bayangan itu bergerak lagi. Kini terlihat jelas, sosoknya lebih besar dari yang ia duga. Tidak mungkin ini manusia biasa, apalagi seorang tahanan yang kelaparan. Tubuhnya bungkuk, seolah-olah menanggung beban berat, dan kakinya bergerak cepat, hampir tanpa suara.
Tiba-tiba, sebuah suara pelan namun jelas terdengar dari arah penjara. “Tolong…”
Pak RT terdiam, matanya membulat. Suara itu begitu lemah, namun cukup untuk membuat bulu kuduknya meremang. Suara yang jelas bukan dari seorang penjaga.
Dengan napas yang semakin berat, Pak RT memutuskan untuk mendekat. Ia harus memastikan ada atau tidaknya tahanan kabur. Kalau benar, ia harus segera melapor ke pihak berwajib. Tapi bayangan itu, yang tampak seperti makhluk aneh, tak henti-hentinya mengganggu pikirannya.
Langkahnya terhenti ketika sebuah tangan menyentuh bahunya. Pak RT hampir melompat saking terkejutnya.
“Eh, Pak RT!” suara berat seseorang membuatnya tersentak. Ternyata itu hanya Pak Udin, salah satu warga yang baru saja selesai membantu ronda malam.
“Wah, ngagetin aja, Din!” Pak RT mengelus dadanya, mencoba menenangkan diri. “Saya kira siapa.”
Pak Udin tersenyum, tapi segera ikut bingung ketika melihat arah tatapan Pak RT. “Kenapa, Pak? Ada apa di sana?”
Pak RT menunjuk ke arah penjara. “Tadi saya lihat ada bayangan aneh, Din. Kayaknya bukan orang biasa. Terus saya dengar suara minta tolong dari balik pagar sana.”
Mendengar itu, wajah Pak Udin langsung tegang. Ia menyorotkan senternya ke arah penjara, namun hanya kegelapan yang menyambutnya. Tak ada gerakan, tak ada suara.
“Jangan-jangan hantu, Pak,” gumam Pak Udin dengan nada khawatir. “Saya pernah dengar cerita kalau di penjara itu ada banyak tahanan yang meninggal, dan arwah mereka belum tenang. Mungkin itu yang tadi Bapak lihat.”
Pak RT bergidik mendengar ucapan itu. Meski tidak percaya sepenuhnya pada cerita hantu, suasana malam itu memang terlalu mencekam untuk dianggap biasa. Mereka berdua berdiri diam, memandang gerbang penjara yang kini terasa lebih besar dan menakutkan.
Tiba-tiba, suara ‘klik’ kecil terdengar. Seperti bunyi kunci pintu yang dibuka. Pak RT dan Pak Udin menoleh bersamaan ke arah sumber suara. Bayangan hitam yang tadi mengganggu pikiran mereka kini bergerak pelan keluar dari balik pagar penjara. Kali ini lebih jelas, sosoknya lebih besar, dan tubuhnya bergerak dengan gerakan aneh.
Pak Udin mundur selangkah, nyaris jatuh saking takutnya. “Astaga… itu dia, Pak RT! Itu pasti hantu!”
Mereka berdua membeku, tak berani bergerak sedikit pun. Bayangan itu semakin mendekat, dan sosoknya kini mulai terlihat lebih nyata di bawah cahaya remang-remang lampu jalan. Kakinya tak menyentuh tanah, tapi melayang rendah, seperti makhluk gaib yang sedang mencari mangsa.
Dan tiba-tiba…