Langit malam itu berwarna merah pekat, bukan sekadar jingga matahari terbenam. Warga kampung yang tinggal di sekitar kawasan pabrik tahu, tempat Firdaus biasa bekerja, tak henti-hentinya membicarakan fenomena langit yang ganjil ini. Orang tua-tua di sana mulai berspekulasi, menghubungkan warna merah itu dengan pertanda buruk. Bagi Firdaus, yang selama bertahun-tahun hidup dengan berbagai keanehan di kampung itu, ini hanya salah satu cerita lain yang akan hilang tertiup angin.
Namun, malam itu sesuatu berbeda. Firdaus merasakan sesuatu di dalam dirinya yang mengusik. Langit merah yang melingkupi kampung membuat udara terasa tegang, seolah menunggu sebuah bencana datang. Saat ia memandangi langit dari jendela rumah kontrakannya yang sempit, suara lirih terdengar dari kejauhan. Terdengar seperti rintihan, namun terlalu samar untuk diabaikan.
Firdaus berdiri, mencoba menangkap arah suara itu. Suara yang awalnya seperti rintihan, kini terdengar lebih jelas, seperti orang yang sedang menderita, mungkin terluka. Suara itu berasal dari dekat pabrik tua yang sudah lama ditinggalkan.
Ia mengenakan jaket usangnya, lalu keluar dari rumah. Angin malam yang dingin menerpa wajahnya saat ia melangkah menuju arah suara itu. Setiap langkah yang diambil, semakin membuat jantungnya berdebar. Firdaus tak bisa menahan rasa penasaran yang membara dalam dirinya. Ia harus tahu dari mana suara itu berasal.
Saat mendekati pabrik, suasana menjadi lebih mencekam. Bangunan tua yang dulunya ramai dengan aktivitas, kini terlihat kusam dan menyeramkan, hanya ditemani oleh bunyi-bunyi kecil dari hembusan angin. Pintu gerbang yang berkarat terbuka sedikit, seolah mengundang Firdaus untuk masuk.
Ia ragu sejenak, namun rintihan itu terus memanggilnya. Dengan tangan gemetar, Firdaus mendorong pintu gerbang dan melangkah masuk. Langkah kakinya berderap pelan di atas lantai pabrik yang berdebu dan retak. Suara itu kini terdengar lebih jelas, datang dari salah satu ruangan di sudut pabrik.
Firdaus menajamkan pendengarannya, lalu memutuskan untuk menuju sumber suara itu. Ruangan yang dimasukinya adalah ruang penggilingan tahu yang sudah tak lagi berfungsi. Mesin-mesin besar yang berkarat tampak sepi dan tak berdaya, seolah menyimpan cerita lama yang tak lagi diceritakan. Namun, suara rintihan itu terdengar makin dekat, seolah menunggu tepat di belakang dinding besar.
Dengan hati-hati, Firdaus mendekati dinding itu. Sebuah pintu tua terlihat menempel di dinding, meskipun sudah hampir terlepas dari engselnya. Firdaus meraih pegangan pintu yang dingin dan berkarat, lalu menariknya perlahan. Ketika pintu itu terbuka, ia langsung terdiam.
Di dalam ruangan kecil itu, seorang perempuan tua duduk membelakangi pintu. Tubuhnya gemetar, seolah kedinginan, sementara rintihannya terus terdengar. Firdaus merasa ada sesuatu yang tak beres, tetapi nalurinya menuntutnya untuk mendekat. Ia perlahan melangkah maju, berniat untuk bertanya.
“Bu…?” Suara Firdaus serak. “Ibu kenapa di sini?”
Perempuan tua itu tak menjawab, hanya tetap duduk dengan punggung bungkuknya menghadap Firdaus. Ia melangkah lebih dekat, tangannya hendak menyentuh bahu perempuan itu, namun sesuatu membuatnya berhenti. Udara di sekitarnya tiba-tiba terasa lebih dingin, jauh lebih dingin dari sebelumnya.
Tanpa disadari, Firdaus melihat bahwa bayangan tubuh perempuan itu tidak memantulkan cahaya sama sekali. Langit merah di luar seharusnya memberikan sedikit pantulan, namun perempuan itu tak menunjukkan bayangan apa pun di lantai. Firdaus menahan napas. Naluri bertahannya mendadak menyala, memerintahkan dirinya untuk mundur.
Namun, sebelum Firdaus sempat bergerak, perempuan itu tiba-tiba berbalik. Wajahnya yang pucat dan mata cekung menatap Firdaus dengan pandangan kosong. Bibirnya bergerak-gerak seolah mencoba mengatakan sesuatu, namun tidak ada suara yang keluar. Firdaus terpaku di tempatnya, tak mampu bergerak.
Tiba-tiba, perempuan itu berdiri, tubuhnya yang ringkih tampak melayang sedikit di atas tanah. Firdaus mundur perlahan, namun sosok itu mendekat, seakan-akan meluncur tanpa menggerakkan kakinya. Firdaus merasakan jantungnya berdetak cepat, seluruh tubuhnya gemetar.

I love what you’ve created here, this is definitely one of my favorite sites to visit.
Hello there, just became aware of your blog through Google, and found that it is truly informative. I am going to watch out for brussels. I will appreciate if you continue this in future. Lots of people will be benefited from your writing. Cheers!
Thank you for sharing this very good post. Very interesting ideas! (as always, btw)
You certainly deserve a round of applause for your post and more specifically, your blog in general. Very high quality material!
scbest提供多元的優惠之外,客服處理速度也是許多玩家在賞的,玩家可以在scbest娛樂城中體驗到各式各樣的賭博遊戲,如果是喜歡線上博弈的玩家千萬不能錯過了,今天帶各位更深入了解scbest娛樂。
►怎樣算聚賭?怎樣算聚賭呢?所謂「公共場所」,指的是一般不特定多數人可以共見共聞的場所,例如公園,所謂「公眾得出入之場所」,例如咖啡店。
要成立公然賭博罪,必須要在「公共場所或公眾得出入之場所」賭博財物,因此若是賭博財物的地點不是在公共場所或公眾得出入之場所,就不會成立公然賭博罪,自己和三位朋友在家裡打麻將,因為自己的住宅或家室不是公共場所或公眾得出入之場所,因此在自己住宅或家室內賭博財物,不會成立刑法第266條公然賭博罪。
但要注意的是,如果自己的住宅已經讓不特定多數人都可以自由出入簽賭,則該住宅實際上已經成為公眾得出入之場所,在法律上將會被認定為公眾得出入之場所。
It sounds like you’re creating problems yourself by defining this as such a comprehensive, almost unknowable problem. Isn’t that self-defeating?
Beneficial Blog! I had been simply just debating that there are plenty of screwy results at this issue you now purely replaced my personal belief. Thank you an excellent write-up.
The sketch is tasteful, your authored material stylish.
I encountered your site after doing a search for new contesting using Google, and decided to stick around and read more of your articles. Thanks for posting, I have your site bookmarked now.
cocopah casino
References:
https://pixabay.com/users/53464640/