Langkah Misterius di Stasiun Kalibata

0
(0)
Langkah Misterius di Stasiun Kalibata

Malam itu, hujan rintik-rintik mengguyur kawasan Stasiun Kalibata. Jam di peron menunjukkan pukul 23.45, dan kereta terakhir baru saja berlalu. Suasana mendadak sepi, hanya terdengar suara air menetes dari atap peron dan derak kecil angin menerpa dedaunan di luar stasiun.

Rudi, seorang mahasiswa semester akhir yang baru pulang dari kampus, terjebak di stasiun. Ojek online tidak tersedia, dan angkutan umum pun sudah jarang lewat. Dengan enggan, ia memutuskan untuk menunggu hingga hujan reda sambil duduk di salah satu bangku panjang di peron.

Namun, keheningan malam itu mulai terasa tidak biasa. Awalnya, hanya suara hujan yang menemani, tetapi lama-kelamaan Rudi merasa ada sesuatu yang berubah. Suara langkah kaki terdengar samar-samar dari ujung peron yang gelap.

Tuk… tuk… tuk…

Rudi menoleh ke arah suara itu, tapi tidak ada siapa-siapa. Hanya rel yang basah dan bayangan kursi yang panjang membentang.

“Siapa, ya? Petugas, kali,” gumamnya pelan.

Namun, rasa tenangnya tidak bertahan lama. Suara langkah kaki itu terus terdengar, kali ini lebih dekat, lebih jelas.

Tuk… tuk… tuk…

Rudi berdiri, mencoba mencari sumber suara. “Halo? Ada orang?” teriaknya, suaranya menggema di sepanjang peron.

Tidak ada jawaban.


Rudi memutuskan untuk mengabaikan suara itu, kembali duduk sambil memainkan ponselnya. Tapi suasana semakin aneh. Dari sudut matanya, ia merasa ada sesuatu bergerak di ujung peron, bayangan gelap yang melintas cepat.

Baca Juga:  Nasi Uduk dan Tamu dari Dunia Lain

“Udah malam, mungkin cuma halusinasi,” katanya pada diri sendiri.

Namun, suara langkah itu kembali terdengar, kali ini dari arah belakangnya.

Tuk… tuk… tuk…

Rudi langsung menoleh, tapi tidak ada apa-apa. Bangku kosong, rel kosong, peron kosong.

Ia mencoba menenangkan diri, tapi kali ini napasnya mulai memburu. Ia berdiri dan berjalan perlahan ke arah ujung peron, memastikan bahwa tidak ada siapa-siapa. Tapi ketika ia sampai di sana, langkah itu kembali terdengar, kini dari arah yang berlawanan.

Rudi berhenti, tubuhnya gemetar. “Apa sih ini?!”


Tiba-tiba, lampu-lampu stasiun berkedip-kedip, menciptakan suasana yang semakin mencekam. Di tengah kegelapan yang sesekali muncul, Rudi melihat bayangan seseorang berdiri di peron seberang, menghadap ke rel.

“Eh, mas! Itu peron kosong, nggak ada kereta berhenti di sana!” teriak Rudi.

Sosok itu tidak bergerak, hanya diam seperti patung. Tapi dalam sekejap, bayangan itu menghilang saat lampu kembali berkedip.

Rudi merasa jantungnya hampir copot. Ia berlari ke arah ruang tunggu, berharap bertemu petugas atau siapa saja yang bisa menemaninya. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar suara pelan dari belakangnya:

“Kenapa lari?”

Rudi membeku. Suara itu terdengar serak, seperti berasal dari seseorang yang berbicara sambil berbisik. Ia perlahan menoleh, tapi tidak ada siapa-siapa di sana.


Dalam kepanikan, Rudi mencoba membuka pintu ruang tunggu, tetapi pintu itu terkunci. Ia memukul-mukul kaca pintu, berharap ada yang mendengar. Namun, tidak ada balasan selain gema suaranya sendiri.

Baca Juga:  Gerobak Tahu dan Penunggu Malam

Di saat yang sama, suara langkah kaki itu kembali terdengar, kali ini mengelilinginya.

Tuk… tuk… tuk…

Rudi memejamkan mata, berusaha menghilangkan rasa takut. Namun, ia merasakan sesuatu yang dingin menyentuh bahunya.

“Apa itu?” pikirnya dalam hati.

Ia membuka matanya perlahan, dan tepat di depannya, ada seseorang yang menatapnya dengan wajah pucat dan mata kosong.


Esok paginya, petugas stasiun menemukan Rudi terduduk di lantai ruang tunggu, matanya terpejam, dengan napas berat. Saat dibangunkan, Rudi menceritakan semuanya.

Salah satu petugas hanya menggeleng pelan. “Ah, mungkin masnya capek, jadi berhalusinasi.”

Namun, petugas lainnya menatap Rudi dengan serius. “Itu bukan pertama kali ada yang cerita soal suara langkah kaki di sini. Dulu, ada pekerja yang meninggal di jalur sini waktu lembur. Sejak itu, suara langkahnya kadang masih terdengar, terutama kalau stasiun sudah sepi.”

Rudi menelan ludah. Ia memutuskan untuk tidak lagi menunggu kereta terakhir di Stasiun Kalibata.

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply