Sirene yang Menjerit di Malam Buta

5
(1)

Rasa takut merasuki tubuh Rudi, lebih kuat dari apapun yang pernah ia rasakan. Tapi sosok itu tidak bergerak lebih dekat. Ia berdiri kaku, seolah sedang menunggu sesuatu.

Rudi, dalam kepanikannya, berusaha bangkit dan lari. Namun rantai yang melilit sosok itu tiba-tiba bergerak, memanjang ke arah kakinya. Rudi terjebak. Ia meronta, mencoba melarikan diri, namun rantai besi itu semakin kencang, menariknya kembali ke arah sosok itu.

Ketika rantai hampir sepenuhnya melilit tubuh Rudi, tiba-tiba suara raungan sirene berubah—semakin keras dan semakin memekakkan telinga. Sosok itu tiba-tiba berhenti bergerak, tubuhnya menegang. Seolah ada sesuatu yang lebih kuat dari dirinya yang sedang mengendalikan segalanya.

Dan seketika itu juga, rantai yang melilit Rudi terlepas begitu saja. Sosok itu terhuyung-huyung, jatuh kembali ke tanah dengan suara berat. Rudi tak bisa berpikir lagi. Ia segera bangkit, berlari sekuat tenaga meninggalkan tempat itu. Sirene masih meraung-raung, tapi sosok itu sudah tak bergerak lagi.

Rudi kembali ke pabrik, napasnya terengah-engah. Di dalam, ia menutup pintu rapat-rapat, berharap apa pun yang ada di luar tidak akan mengikutinya. Saat ia mencoba menenangkan diri, tiba-tiba ponselnya berdering.

“Iwan?” tanyanya tanpa melihat layar.

Namun, yang ia dengar bukan suara Iwan. Dari seberang telepon, terdengar suara napas berat, sama seperti yang ia dengar di dekat tembok. Rudi tersentak, ponsel terlepas dari genggamannya.

Baca Juga:  Petak Umpet dengan Penghuni Gaib

Di luar, sirene penjara berhenti. Sunyi. Tapi di kepalanya, jeritan sirene itu masih menggema, seolah tidak pernah berhenti.

Rudi menatap ponselnya yang tergeletak di lantai. Dengan tangan gemetar, ia mengangkatnya kembali. Suara napas berat itu masih ada, kini semakin keras. Ia hampir tak bisa bernapas. Namun, ketika ia mendekatkan ponselnya ke telinga untuk memastikan, tiba-tiba terdengar suara lain.

“Mas Rudi… masih denger nggak, sih? Maaf, nih, aku baru abis lari-lari di sini, makanya ngos-ngosan…”

Ternyata, itu suara petugas yang baru saja kembali dari mengejar anjing liar di dekat area penjara. Sambil mengusap wajah yang basah oleh keringat dan hujan, Rudi hanya bisa terdiam, antara lega dan malu, menyadari bahwa semua ketegangan yang ia rasakan hanya berasal dari napas berat seseorang yang baru saja kelelahan.

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 5 / 5. Vote count: 1

No votes so far! Be the first to rate this post.

Leave a Reply