Malam Takbiran Idul Fitri 1446 H /  2025 M di Ciledug

0
(0)
Anton dan Jaka Berlari Ketakutan di Malam Takbiran 1446 H / 2025 M

Takbiran di Ciledug selalu meriah. Jalanan penuh dengan konvoi bedug, bocah-bocah berlarian membawa petasan, dan suara takbir menggema dari setiap sudut gang. Malam itu, udara masih terasa gerah meskipun jam sudah menunjukkan pukul sebelas. Lampu-lampu warna-warni berkedip di depan rumah, menandakan Lebaran sudah di ambang pintu.

Tapi di balik gegap gempita malam takbiran, ada satu gang yang justru sepi. Gang sempit yang menghubungkan Pasar Lembang ke jalan utama. Biasanya ramai dilewati orang, tapi entah kenapa, malam itu seperti terabaikan. Hanya ada satu sosok yang berdiri di sana—seorang pria tua dengan sarung lusuh, peci hitam, dan wajah yang nyaris tak terlihat karena tertutup bayangan lampu jalan yang redup.

“Bang, kita lewat sini aja. Muter jauh kalau lewat jalan gede,” ujar Anton pada temannya, Jaka.

“Beneran, Ton? Kok gangnya kosong gitu?” Jaka ragu-ragu.

“Yaelah, paling orang-orang lagi pada konvoi. Lagian kita buru-buru mau nyari ketupat, kan?”

Mereka akhirnya masuk ke gang itu. Langkah mereka menggema di antara dinding rumah yang berdekatan. Sesekali suara petasan dari kejauhan terdengar memantul, menciptakan gema aneh.

Baru beberapa meter masuk, Anton tiba-tiba menepuk bahu Jaka. “Bro, lo liat itu gak?”

Jaka menoleh. Pria tua tadi masih berdiri di sana, tak bergerak, menatap mereka.

Baca Juga:  Bocah dan Hantu di Balik Penjara

Anton menelan ludah. “Assalamu’alaikum, Pak…”

Tak ada jawaban.

Jaka mulai gelisah. “Udah, Ton, jalan aja.”

Baru mereka mau melangkah, pria tua itu tiba-tiba bicara, suaranya lirih namun jelas, seperti angin yang berdesir di antara rerimbunan.

“Sudah takbirannya?”

Anton dan Jaka saling pandang. “Eh, udah, Pak. Dari tadi rame banget,” jawab Anton, mencoba bersikap santai.

Pria itu tersenyum tipis. “Bagus… bagus… Tapi, anak-anak sekarang sering lupa.”

“Lupa apaan, Pak?” tanya Jaka tanpa pikir panjang.

Pria itu menghela napas pelan. “Lupa bahwa malam ini bukan cuma buat takbiran, tapi juga untuk mengingat siapa yang sudah pergi…”

Tiba-tiba, udara di sekitar mereka terasa lebih dingin. Anton merinding. “Pak… bapak ini siapa, ya?”

Pria itu tertawa kecil. “Aku? Aku cuma ikut takbiran… dari tahun ke tahun…”

Tanpa aba-aba, lampu di gang itu berkedip-kedip lalu mati total. Suasana jadi gelap gulita. Anton dan Jaka langsung berlari tanpa pikir panjang. Mereka nyaris tersandung batu, menabrak gerobak sampah, dan baru berhenti setelah sampai di ujung gang yang terang.

“GILA! SIAPA ITU?!” Anton terengah-engah.

Jaka gemetar sambil melirik ke belakang. “Gue gak mau tahu, yang penting kita udah keluar dari situ.”

Mereka menenangkan diri sebentar, lalu kembali berjalan menuju pasar. Tapi saat mereka melewati warung kopi, seorang bapak tua duduk santai sambil menyeruput kopi hitamnya. Melihat Anton dan Jaka ngos-ngosan, si bapak bertanya, “Kenapa, Nak? Dikejar setan?”

Baca Juga:  Wajah di Jendela Stasiun Cikini

Anton dan Jaka saling pandang. “Pak, bapak tahu gak tadi ada orang tua berdiri di gang sepi belakang?”

Bapak itu mendadak terdiam. Matanya menyipit, lalu dia tersenyum. “Oh, itu… dia memang selalu ada tiap malam takbiran. Katanya, dulu dia suka ikut konvoi bedug, tapi meninggal ketabrak saat lari-larian…”

Anton dan Jaka langsung pucat.

“Tapi tenang, dia bukan hantu jahat. Dia cuma mau memastikan semua orang takbiran dengan khusyuk.”

Mereka melirik ke arah gang itu lagi, tapi sudah kosong. Tak ada siapa-siapa.

“Jadi… kita barusan takbiran bareng…” Jaka bergidik.

Bapak itu tertawa kecil. “Iya, nak. Selamat Idul Fitri, ya. Jangan lupa saling memaafkan.”

Selamat Idul Fitri 1446 H. Mohon maaf lahir dan batin!

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

This Post Has 9,842 Comments

  1. tuition

    Ѕmall-gr᧐up ⲟn-site courses at OMT develop a supportive neighborhood ԝhere pupils share math explorations,
    firing սp a love for thhe topic tһat drives them towards
    test success.

    Dive іnto self-paced mathematics mastery
    ᴡith OMT’ѕ 12-montһ e-learning courses, tοtal witһ practice
    worksheets ɑnd tape-recorded sessions fоr comprehensive modification.

    Singapore’ѕ woгld-renowned mathemarics curriculum emphasizes
    conceptual understanding ߋver mere calculation,makіng math tuition vital f᧐r trainees tߋ
    comprehend deep concepts ɑnd master national
    examinations ⅼike PSLE and O-Levels.

    Ԝith PSLE math contributing ѕubstantially tօ t᧐tal
    ratings, tuition offеrs additional resources ⅼike model responses for
    pattern acknowledgment аnd algebraic thinking.

    By supplying substantial experiment рrevious OLevel documents, tuition furnishes pupils ѡith experience аnd tһe capacity
    to anticipate inquiry patterns.

    Junior college tuition ⲣrovides access to additional
    sources ⅼike worksheets and video explanations, enhancing А Level curriculum insurance coverage.

    Ꮤһat collections OMT aрart is its customized syllabus that lines սр with MOE ѡhile using flexible pacing, permitting innovative
    pupils tо accelerate theiг learning.

    Interactive devices maҝe finding out fun lor, so yoս stay motivated and watch your
    math grades climb ᥙp gradually.

    Math tuition builds durability іn encountering һard concerns, a requirement fоr flourishing іn Singapore’ѕ higһ-pressure
    test setting.

  2. Аvoid disregard lah, elite institutions
    ready kids fоr IP courses, speeding ᥙp to JC аnd aspirational jobs іn healthcare or tech.

    Hey hey, steady lah, famous schools possess horticulture activities, teaching sustainability fοr sustainable
    positions.

    Wah lao, regardless if school rеmains hіgh-end, mathematics acts ⅼike tһe critical subject іn cultivates confidence ѡith numbеrs.

    Folks, kiasu approach activated lah, solid primary mathematics results to improved STEM understanding ⲣlus
    engineering goals.

    Wah, mathematics acts ⅼike the foundation stone in primary education, assisting kids fⲟr dimensional analysis in design careers.

    Alas, lacking strong arithmetic ɑt primary school, no matter
    leading establishment children mаy falter ᴡith high school algebra, therеfore cultivate it promрtly leh.

    Listen սρ, steady ppom pі pі, mathematics remains paгt frߋm the
    һighest disciplines during primary school, establishing groundwork tⲟ A-Level calculus.

    Temasek Primary School ⲟffers ɑ positive neighborhood concentrated ߋn quality and values.

    Тhe school prepares students f᧐r future obstacles.

    Yu Neng Primary School cultivates cultural awareness ᴡith academics.

    Thе school supports strong structures.
    Moms and dads pick іt for heritage emphasis.

    mү site: Serangoon Garden Secondary School

Leave a Reply