Obrolan Gelap di Warung Kopi

0
(0)

Seketika suasana warung kopi yang biasa riuh berubah senyap. Hanya terdengar desahan angin yang menggerakkan daun-daun di luar, menggantikan gemerincing sendok di gelas yang sebelumnya terdengar. Pelanggan yang tadinya berbincang dan tertawa tiba-tiba terdiam, seolah udara di dalam warung mendadak jadi berat.

Obrolan Gelap di Warkop

Fachri Helmanto

Anton, yang biasa menghabiskan sore di warung itu, merasa sesuatu yang tidak biasa terjadi. Kopi hitam di tangannya mendadak terasa dingin, dan mata-mata di sekitarnya menoleh ke arah satu meja di sudut ruangan. Meja itu tampak biasa, tak ada yang spesial—kecuali satu hal, dua orang lelaki yang duduk di sana tampak berbicara dengan suara yang amat rendah, hampir seperti berbisik, namun setiap kata yang keluar dari mulut mereka terasa menusuk tajam di telinga orang-orang sekitar.

Dari tempatnya duduk, Anton berusaha menangkap obrolan mereka. Namun, semakin ia berusaha fokus, semakin suara itu terdengar samar, seolah suara mereka hanya muncul dalam benaknya, tidak benar-benar terucap. Jantungnya berdegup lebih cepat. Ada sesuatu yang ganjil, sesuatu yang membuat tubuhnya merinding.

“Mereka sudah datang… Malam ini,” bisik salah satu dari mereka, suaranya pelan namun menusuk.

Sekilas Anton menangkap kalimat itu, membuat rasa ingin tahunya semakin membuncah. Siapa yang datang? Apa yang akan terjadi malam ini? Ia mencoba untuk tidak terlalu peduli, namun pikirannya terus berputar. Mungkinkah ini hanya obrolan biasa dari orang-orang yang terlalu banyak mendengar cerita mistis? Atau ada sesuatu yang lebih serius di balik kalimat itu?

Baca Juga:  Kage no Jitsuryokusha ni Naritakute #02

Beberapa pelanggan lain tampak gelisah, perlahan meninggalkan warung tanpa berkata apa-apa. Anton hanya bisa menatap mereka dengan bingung, tapi ia tahu, perasaan aneh ini juga menguasai mereka. Aroma kopi yang biasanya menenangkan kini terasa pekat, hampir memuakkan. Suara-suara yang tadinya mengisi ruangan berangsur hilang, menyisakan Anton yang terpaku di tempat duduknya.

Ia menoleh ke arah pemilik warung, Pak Darto, yang terlihat seperti menahan sesuatu. Wajah lelaki tua itu pucat, matanya terus melirik ke arah dua lelaki di sudut ruangan dengan gugup. Ada ketegangan yang jelas di udara, seolah semua orang tahu sesuatu yang Anton belum pahami.

“Mas, sudah malam. Boleh tutup sebentar ya,” kata Pak Darto dengan nada yang tak biasanya terdengar begitu terburu-buru.

Anton melihat ke jam tangannya—baru pukul delapan malam, belum saatnya warung kopi tutup. Namun, tanpa perlawanan, ia mengangguk dan berdiri, bersiap meninggalkan warung. Tetapi, sebelum kakinya melangkah keluar, Anton mendengar satu kalimat lagi, lebih jelas dari yang sebelumnya.

“Kita harus bersiap… mereka tidak akan menunggu lagi.”

Sekarang, rasa takut mulai merayapi tubuhnya. Kata-kata itu terus terngiang di kepalanya, membuatnya merasa seolah ada sesuatu yang mendekat, sesuatu yang gelap dan tak terlihat, namun begitu nyata. Ia menoleh ke arah dua lelaki itu lagi, tapi mereka sudah bangkit, berjalan keluar melalui pintu belakang tanpa suara, meninggalkan Anton dengan perasaan yang sulit dijelaskan.

Baca Juga:  Karnaval Malam Tanpa Tawa

Anton menatap Pak Darto, berharap mendapat penjelasan. Namun, sebelum ia sempat bertanya, Pak Darto mendekatinya, suaranya pelan, seolah takut ada yang mendengar.

“Kamu dengar apa yang mereka bicarakan tadi, kan?” tanya Pak Darto dengan wajah penuh kekhawatiran.

Anton mengangguk perlahan, meskipun tidak sepenuhnya mengerti. “Siapa mereka, Pak? Apa yang sedang terjadi?”

Pak Darto tampak ragu sejenak, lalu mendesah panjang. “Sudah lama mereka tidak datang ke sini. Dulu, setiap kali mereka muncul, sesuatu yang buruk terjadi di kampung ini. Orang-orang lebih baik pulang sekarang, sebelum semuanya terlambat.”

Ketika Anton mendengar itu, rasa ngeri mulai meresap ke dalam dirinya. Ada ketakutan yang tak bisa dijelaskan dalam kalimat Pak Darto, seolah ada rahasia gelap yang disembunyikan di balik tembok warung ini. Anton ingin bertanya lebih banyak, tapi melihat wajah tegang Pak Darto, ia menahan diri.

“Sudah, pulang saja, Mas. Besok pagi lebih baik,” kata Pak Darto sambil menggiringnya menuju pintu.

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

This Post Has 2 Comments

  1. Anonymous

    Karyanya aga tegang dan serem meneggangkan& masyaallah ceritanya bagus

  2. Anisak05

    Saya penasaran dengan kejadian di kedai kopi

Leave a Reply