Pragmatism dalam Pendidikan

0
(0)

John Dewey dan Pendidikan Berbasis Pengalaman

John Dewey adalah salah satu tokoh utama dalam filsafat pragmatisme yang sangat berpengaruh dalam bidang pendidikan. Kontribusinya dalam mengembangkan konsep pendidikan berbasis pengalaman telah menjadi salah satu landasan utama dalam teori dan praktik pendidikan modern. Dewey percaya bahwa pendidikan harus diarahkan pada pengembangan pengalaman siswa, dan bahwa proses belajar seharusnya melibatkan partisipasi aktif siswa dalam memecahkan masalah-masalah nyata yang relevan dengan kehidupan mereka.

Konsep Pendidikan Berbasis Pengalaman Menurut John Dewey

Bagi Dewey, pendidikan adalah proses rekonstruksi pengalaman. Artinya, siswa tidak hanya belajar melalui pengulangan fakta-fakta atau hafalan, tetapi melalui pengembangan keterampilan dan pemahaman yang lahir dari pengalaman langsung mereka. Pengalaman adalah sumber utama pengetahuan, dan pendidikan yang efektif harus memberikan siswa kesempatan untuk berinteraksi secara langsung dengan dunia nyata.

Dewey menekankan bahwa pengalaman belajar yang baik harus memiliki dua komponen penting: kontinuitas dan interaksi.

  1. Kontinuitas mengacu pada hubungan antara pengalaman masa lalu dan pengalaman saat ini. Pengalaman masa lalu memengaruhi cara siswa memproses dan memahami pengalaman baru. Oleh karena itu, pendidikan harus dirancang untuk membangun pengalaman siswa secara bertahap, dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks, sehingga siswa dapat mengaitkan pengetahuan baru dengan pengalaman mereka sebelumnya.
  2. Interaksi merujuk pada hubungan antara siswa dan lingkungan belajar mereka. Dalam proses belajar, siswa harus berinteraksi dengan objek, orang, atau situasi nyata yang memungkinkan mereka untuk mengeksplorasi, bereksperimen, dan menarik kesimpulan dari pengamatan mereka. Pengalaman ini tidak hanya terjadi di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas, dalam interaksi siswa dengan dunia nyata.
Baca Juga:  Metodologi Penelitian Pendidikan di Sekolah Dasar (SD) : “Memahami Tujuan dan Ruang Lingkup”

Peran Guru Menurut Dewey

Dalam pandangan Dewey, peran guru bukanlah sebagai penyampai pengetahuan, tetapi sebagai fasilitator yang membimbing siswa dalam proses belajar mereka. Guru harus menciptakan lingkungan belajar yang kaya akan pengalaman dan memberikan siswa kesempatan untuk mengeksplorasi berbagai gagasan dan solusi. Guru juga harus mendorong siswa untuk berpikir kritis dan reflektif, serta mendukung mereka dalam pengembangan kemampuan pemecahan masalah.

Sebagai fasilitator, guru berperan dalam:

  1. Menyediakan Lingkungan Belajar yang Kondusif: Guru harus menciptakan situasi belajar di mana siswa dapat berinteraksi dengan materi pembelajaran secara aktif. Lingkungan ini harus memungkinkan siswa untuk mengamati, bereksperimen, dan mengeksplorasi berbagai gagasan. Misalnya, dalam pelajaran sains, guru dapat menyediakan bahan-bahan dan alat-alat untuk eksperimen sehingga siswa dapat belajar melalui pengalaman langsung.
  2. Mendorong Refleksi: Dewey percaya bahwa pembelajaran yang bermakna tidak hanya terjadi melalui pengalaman, tetapi juga melalui refleksi atas pengalaman tersebut. Guru harus mendorong siswa untuk merenungkan apa yang telah mereka pelajari, bertanya mengapa sesuatu terjadi, dan bagaimana mereka dapat mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam situasi lain.
  3. Membimbing dalam Pemecahan Masalah: Dalam proses belajar, siswa sering dihadapkan pada masalah yang membutuhkan solusi. Guru harus membantu siswa mengidentifikasi masalah, merumuskan hipotesis, dan menguji solusi melalui eksperimen atau observasi. Dengan cara ini, siswa belajar untuk menjadi pemecah masalah yang mandiri dan kritis.
Baca Juga:  Panduan Praktis Desain Penelitian Fenomenologi

Pendidikan sebagai Proses Sosial

Dewey juga melihat pendidikan sebagai proses sosial. Menurutnya, sekolah harus mencerminkan masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium sosial di mana siswa belajar berpartisipasi dalam kehidupan bersama. Dewey menekankan pentingnya kolaborasi dalam pendidikan, di mana siswa belajar bekerja sama, berdiskusi, dan saling membantu dalam mencapai tujuan bersama. Sekolah, dalam pandangan Dewey, adalah miniatur masyarakat yang menyediakan kesempatan bagi siswa untuk belajar nilai-nilai demokrasi, kerja sama, dan tanggung jawab sosial.

Pendidikan Progresif dan Pengalaman

Dewey adalah pelopor dari gerakan pendidikan progresif yang menekankan pentingnya pengalaman siswa dalam proses belajar. Pendidikan progresif menolak pendekatan tradisional yang menempatkan guru sebagai otoritas utama dan siswa sebagai penerima pasif pengetahuan. Sebaliknya, pendidikan progresif menekankan partisipasi aktif siswa dalam belajar, penyesuaian kurikulum dengan minat dan kebutuhan siswa, serta relevansi pembelajaran dengan kehidupan nyata.

Dalam pendidikan progresif, siswa didorong untuk belajar melalui proyek-proyek nyata, eksperimen, dan kegiatan praktis yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan keterampilan hidup yang nyata. Misalnya, dalam proyek berbasis komunitas, siswa dapat diajak untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi lingkungan mereka, seperti pengelolaan sampah atau penghijauan. Dengan cara ini, pendidikan menjadi relevan dan bermakna bagi siswa, serta membantu mereka mengembangkan keterampilan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari.

This Post Has One Comment

Leave a Reply